Beranda | Artikel
Kelembutan dalam Islam
Kamis, 28 Oktober 2021

KELEMBUTAN DALAM ISLAM

Segala puji hanya untuk Allah Ta’ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam . Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla semata yang tidak ada sekutu bagi -Nya, dan aku juga bersaksi bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba’du:

Diantara akhlak terpuji serta sifat mulia yang Allah Shubhanahu wa ta’alla telah lekatkan pada Nabi -Nya, Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam ialah sifat kelembutan.

Allah ta’ala telah menyebutkan dalam salah satu firman -Nya:

 فَبِمَا رَحۡمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَۖ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah -lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu”. [al-Imran/3: 159].

Sifat lembut ini juga Allah Shubhanahu wa ta’alla lekatkan lebih khusus lagi pada utusan terakhir -Nya ini pada sebuah firman-Nya:

 لَقَدۡ جَآءَكُمۡ رَسُولٞ مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ عَزِيزٌ عَلَيۡهِ مَا عَنِتُّمۡ حَرِيصٌ عَلَيۡكُم بِٱلۡمُؤۡمِنِينَ رَءُوفٞ رَّحِيمٞ

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”. [at-Taubah/9: 128].

Sehingga tidak heran bila salah satu ajaran yang beliau bawa juga berkaitan tentang sifat mulia ini. disebutkan dalam sebuah hadits yang dibawakan oleh Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, “Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الْأَمْرِ كُلِّهِ » [أخرجه البخاري ومسلم]

Sesungguhnya Allah Maha Lembut dan mencintai kelembutan dalam setiap urusan“. [HR Bukhari no: 6024, Muslim no: 2165].

Dalam redaksinya Imam Muslim dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, “Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِى عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعْطِى عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لاَ يُعْطِى عَلَى مَا سِوَاهُ » [أخرجه مسلم]

Sesungguhnya Allah Maha Lembut yang mencintai kelembutan. Dan Allah memberi pada kelembutan apa yang tidak diberikan pada kekerasan, tidak pula diberikan kepada selainnya“. [HR Muslim no: 2593].

Definisi:
Yang dinamakan dengan ar-Rifqu ialah sikap lemah lembut baik dari sisi ucapan atau pun tingkah laku, dengan mengambil cara termudah, dan kalimat ini adalah lawan dari kekerasan. Terkadang makna ar-Rifqu ini juga dibawa pada arti sikap tidak tergesa-gesa dalam segala urusan serta sabar dalam menyikapi permasalahan. Syaikh Abdurahman bin Nashir as-Sa’di mengatakan dalam sebuah risalahnya, “Dan diantara salah satu nama-nama indah yang dimiliki oleh Allah ta’ala adalah ar-Rafiiq (Maha Halus) baik dalam perbuatan maupun syari’at -Nya.

Maka bagi siapa saja yang telah meneliti kandungan yang terdapat dalam syari’at -Nya, dirinya akan menjumpai adanya kelembutan ini. Dimana Allah Shubhanahu wa ta’alla menentukan sebuah hukum secara bertahap sedikit demi sedikit, hukum tersebut diberlakukan melalui beberapa tahapan sesuai dengan kandungan hikmah -Nya, dengan pelan namun tepat mengenai sasaran, mudah dikerjakan serta cocok bagi hamba dan para makhluk lainya. Yang mana Allah Shubhanahu wa ta’alla menciptakan makhluk melalui proses bertahap dengan tahapan-tahapan yang berubah dari satu keadaan ke keadaan yang lain, dengan hikmah dan rahasia ilahi yang tidak mampu dicerna oleh akal pikiran.

Dan Allah ta’ala mencintai para hamba -Nya dari kalangan ahli lemah-lembut dengan memberi kelembutan terhadap apa yang tidak –Dia berikan pada kekerasan. Adapun lemah lembut dari seorang hamba tidak menafikan adanya keteguhan hati. Oleh karenanya hendaknya ia berlemah lembut dalam tiap urusannya, tidak tergesa-gesa sehingga dengan sebab itu dirinya tidak luput bila ada peluang muncul dalam benaknya dan tidak menyepelekannya jika berada dihadapannya”. [1]

Imam Ibnu Qoyim mengatakan:
Allah Maha Lembut dan mencintai orang yang bersikap lembut
Bahkan Allah memberi pada kelembutan melebihi segalanya

Dapat ditebak bila lemah lembut ini merupakan budi pekerti yang luhur, paling mulia, paling agung kedudukannya, dan paling banyak membawa dampak positif. Sehingga kelembutan tidaklah dilekatkan pada sesuatu melainkan pasti akan menghiasi, memperbagusi serta membikin sesuatu lebih indah. Dan jika kelembutan ini dicabut pada segala urusan melainkan pasti akan menjadikan aib, tercela dan buruk. Hal itu, sebagaimana disebutkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam haditsnya Aisyah radhiyallahu ‘anha, yang mengatakan: “Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِى شَىْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَىْءٍ إِلاَّ شَانَهُ » [أخرجه مسلم]

Sesungguhnya kelembutan tidaklah diberikan pada segala urusan melainkan akan menghiasinya, dan tidaklah kelembutan ditarik dari tiap urusan kecuali akan menjadikannya buruk“. [HR Muslim no: 2594].

Maka barangsiapa yang dianugerahi sikap lemah lembut maka sungguh dirinya telah mendapat keuntungan yang sangat banyak, kebajikan yang agung, mulai dari pujian yang indah, taufik, pikiran terbimbing, ketenangan jiwa, menggapai keinginan, merengkuh cita-cita, ini didunia adapun diakhirat dirinya akan meraih pahala yang besar serta ganjaran yang setimpal. Hal itu, yaitu dengan cara sabar ketika dihadapkan pada sebuah masalah, menghadapi secara tenang dan lemah lembut berjalan bersama sunah kauniyah yang terjadi serta mengikuti Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Maka barangsiapa yang tingkah laku serta metode hidupnya seperti ini, dirinya akan memperoleh kemudahan dalam segala urusannya, lebih khusus dalam urusan yang berhubungan dengan sesama, baik tatkala menyuruh mereka, melarang, membimbing ataupun lainya yang membutuhkan pada sikap lemah lembut didalamnya.

Demikian pula seseorang yang diganggu oleh ucapan menyakitkan, lisannya akan terjaga untuk mengumpat yang ada justru mengantarkan dirinya untuk bersikap lemah lembut. Dia akan berlalu tanpa memperdulikan gangguan mereka, tidak membalasnya baik dengan ucapan ataupun perbuatan semisal usikan mereka. Namun, bersamaan dengan itu dirinya tetap merasa santai, tenang, teguh dan sabar. Duhai betapa indahnya hidup orang ini! betapa nikmat kehidupannya! Dan betapa menyenangkan kehidupan orang tadi!. [2]

Dan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kalau kelembutan masuk pada sebuah rumah tangga maka itu pertanda adanya kebaikan. Sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad dalam musnadnya dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, “Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يَا عَائِشَةُ ارْفُقِي, فَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَرَادَ بِأَهْلِ بَيْتٍ خَيْرًا دَلَّهُمْ عَلَى بَابِ الرِّفْقِ » [أخرجه أحمد]

Wahai Aisyah lemah lembutlah. Sesungguhnya jika Allah menghendaki kebaikan pada sebuah keluarga Allah  akan menunjuki mereka menuju pintu kelembutan“. [HR Ahmad 41/255 no: 24734]

Dan ini dibuktikan oleh pribadi Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dimana beliau adalah manusia yang paling lembut terhadap sahabat-sahabatnya. Sebagaimana dijelaskan dalam haditsnya Malik bin al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan, “Aku pernah datang berguru kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersama beberapa orang dari kaumku, dan kami tinggal bersama Nabi selama dua puluh hari. Beliau adalah orang yang penyayang dan lembut. Tatkala beliau melihat rona kerinduan pada wajah-wajah kami terhadap keluarga maka beliau bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «ارْجِعُوا فَكُونُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَصَلُّوا فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ» [أخرجه البخاري ومسلم]

Pulanglah kalian lalu tinggallah bersama kaummu. Ajarilah mereka dan sholatlah bersamanya. Dan jika masuk waktu sholat hendaknya salah seorang diantara kalian beradzan lalu jadikanlah orang yang paling dewasa sebagai imam kalian“. [HR Bukhari no: 628. Muslim no: 674]

Beliau juga sangat menganjurkan pada para sahabatnya supaya berlaku lemah lembut terhadap orang lain. Berdasarkan hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Pernah suatu ketika ada arab badui yang kencing didalam masjid maka orang-orang berusaha untuk mencegahnya. Akan tetapi, Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata pada mereka:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « دَعُوهُ وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ, فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ » [أخرجه البخاري ومسلم]

Biarkan dirinya (sampai selesai kencing), lalu siramlah bekas air kencingnya dengan seember air atau satu timba air. Sesungguhnya aku diutus untuk mempermudah tidak diutus untuk mempersulit“.[HR Bukhari no: 6128.]

Tatkala beliau mengutus Abu Musa al-Asy’ari dan Mu’adz bin Jabal ke Yaman sebagai duta dakwah maka beliau berpesan pada keduanya:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يَسِّرَا وَلَا تُعَسِّرَا وَبَشِّرَا وَلَا تُنَفِّرَا وَتَطَاوَعَا وَلَا تَخْتَلِفَا » [أخرجه البخاري ومسلم]

Permudahlah jangan engkau persulit. Beri kabar gembira jangan jadikan mereka lari, bersatu padulah jangan berselisih“. [HR Bukhari no: 6124. Muslim no: 1733]

Imam Ahmad menjelaskan, “Beliau menyuruh untuk berlaku lemah lembut dan merendahkan diri walaupun sekiranya mereka mendengar hal yang tidak menyenangkan. Dan jangan marah yang menyebabkan dirinya terjatuh untuk membela diri semata”.[3] Tidak ketinggalan beliau juga mendorong keluarganya untuk berlaku lemah lembut. Disebutkan dalam sebuah hadits dari Aisyah radhiyallahu ‘anha beliau bercerita, “Orang-orang Yahudi pernah mendatangi Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam lalu mereka mengucapkan salam, “Semoga kematian atasmu’. Mendengar itu maka Aisyah menyahut, “Atas kalian, dan laknat Allah Shubhanahu wa ta’alla dan kemurkaan -Nya atas kalian”. Maka Nabi menegurnya:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَهْلًا يَا عَائِشَةُ ,عَلَيْكِ بِالرِّفْقِ, وَإِيَّاكِ وَالْعُنْفَ وَالْفُحْشَ. قَالَتْ: أَوَلَمْ تَسْمَعْ مَا قَالُوا .قَالَ: أَوَلَمْ تَسْمَعِي مَا قُلْتُ. رَدَدْتُ عَلَيْهِمْ, فَيُسْتَجَابُ لِي فِيهِمْ, وَلَا يُسْتَجَابُ لَهُمْ فِيَّ » [أخرجه البخاري ومسلم]

Tunggu wahai Aisyah, bersikap lemah lembutlah. Hati-hati dari kekerasan dan kata-kata kotor”. Aisyah menjawab, “Tidakkah anda dengar apa yang mereka ucapkan? Beliau berkata, “Apakah engkau tidak mendengar jawabanku? Aku membalas (ucapan salam mereka), “Dan atas kalian juga”. Maka Allah mengabulkan do’aku untuk mereka, sedang do’a mereka tidak dikabulkan atasku“. [HR Bukhari no: 6030. Muslim no: 2165]

Begitu pula juga mendorong para pemimpin kaum muslimin agar berlaku lemah lembut terhadap masyarakatnya. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Muslim dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata: “Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « اللَّهُمَّ مَنْ وَلِىَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِى شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ وَمَنْ وَلِىَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِى شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ فَارْفُقْ بِهِ » [أخرجه مسلم]

Ya Allah, barangsiapa yang mengurusi perkara umatku (jadi pemimpin mereka) kemudian dia menyusahkan mereka maka persulitlah urusanya. Dan barangsiapa yang mengurusi perkara umatku lalu dia berlemah lembut pada mereka maka sayangilah dirinya“. [HR Muslim no: 1828].

Bahkan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam sampai menganjurkan untuk bersikap lembut pada binatang. Sebagaimana telah datang keterangannya dalam sebuah hadits yang dibawakan oleh Imam Muslim dari Syadad bin Aus radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ  » [أخرجه مسلم]

Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berbuat ihsan pada setiap perkara. Maka jika kalian membunuh berlaku lembutlah didalam (cara) membunuhnya. Dan jika kalian menyembelih maka berlaku lembutlah didalam menyembelihnya. Yaitu dengan menajamkan pisau kalian dan membuat binatang sembelihannya mereka nyaman“. [HR Muslim no: 1955].

Kesimpulannya:
Bahwa selayaknya bagi tiap mukmin untuk bersikap lembut pada setiap urusannya. Lembut dalam berinteraksi bersama keluarga, anak-anak, saudara kandung, teman karibnya dan bersama manusia secara umum. Berlaku lembut terhadap mereka, sehingga bagi orang yang demikian keadaannya maka hatinya akan terasa tenang, jiwa menjadi damai dada terasa tentram, dan dicintai oleh orang lain. Dan hendaknya sikap lembut ini terus melekat pada pribadi mukmin didalam rumahnya, pasar, masjid, dan pada tiap tempat yang ia singgahi. Maka jika dirinya melazimi hal itu dia akan mendapatkan keuntungan yang sangat banyak. Dijelaskan dalam sebuah hadits yang dibawakan oleh Imam Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ يُحْرَمِ الرِّفْقَ يُحْرَمِ الْخَيْرَ كله » [أخرجه مسلم]

Barangsiapa terhalangi dari sifat kelembutan maka dirinya dihalangi untuk memperoleh kebaikan seluruhnya“. [HR Muslim no: 2592]

Inilah akhir kajian kita, Akhirnya kita ucapkan segala puji bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga beliau serta para sahabatnya.

[Disalin dari الرفق Penulis Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi, Penerjemah Abu Umamah Arif Hidayatullah Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2014 – 1435]
______
Footnote
[1] Tafsir Asma’ul Husna hal: 206-207.
[2]  Majmu’ mu’alifaat Syaikh Ibnu Sa’di, Qism Aqidah 6/536.
[3] .Jami’ul Ulum wal Hikam hal: 395.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/43314-kelembutan-dalam-islam.html